Cara Meneliti Sanad Hadis
Penelitian terhadap sanad hadis, sampai ketika ini masih terus dan akan terus perlu untuk dikaji kembali, alasannya yaitu rentan waktu yang cukup panjang dengan masa Nabi Muhammad SAW. Secara terang-terangan beberapa orientalis mewaspadai keotentikan hadis.
Hal ini sanggup dilihat dari pendapat Ignaz Goldziher, menurutnya hadis tidaklah berasal dari nabi, melainkan sesuatu yang dibuat-buat oleh para ulama kurun pertama dan kedua.
Dengan demikian, melihat dari pendapat seorang orientalis yang mewakili pendapat orientalis lainnya yang menyamaratakan semua teks hadis nabi dalam tataran yang sama, sebagai sesuatu yang dipalsukan oleh ulama generasi sesudah Rasulullah, kita perlu melaksanakan penelitian tersebut guna untuk mempertahankan dan menawarkan bekerjsama "hadis yaitu sesuatu yang otentik, yang bukan dibentuk oleh para ulama".
Sebelum membahas penelitian hadis, akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai sanad hadis dan urgensinya.
Secara bahasa, sanad berarti bab bumi yang menonjol, dan sesuatu yang berada di hadapan anda dan yang jauh dari kaki bukit ketika anda memandangnya.
Bentuk jama’ dari sana ialah asnad. Sesuatu yang disandarkan kepada yang lain sanggup disebut sebagai Musnad. Sedangkan secara terminologis, sanad ialah jalur matan, yaitu rangkaian perawi yang memindahkan matan dari sumber primernya.
Dengan demikian, sanad mempunyai dua bab penting, yakni nama-nama periwayat dan lambang-lambang periwayat, atau sanggup disamakan dengan metode penerimaan dan penyamaian hadis, ibarat pada artikel sebelumnya.
Para ulama terdahulu sampai ulama masa kini, setuju bahwa kedudukan sanad dalam sebuah hadis sangatlah penting. Oleh alasannya yaitu itu, kalau ada seseorang yang menyatakan mempunyai hadis dari nabi, namun ia tidak mempunyai sanad, maka hal itu dinyatakan sebagai hadis palsu.
Muhammad Ibn Sirrin menyatakan bahwa “sesungguhnya pengetahuan hadis yaitu agama, maka perhatikanlah dari siapa kau mengambil agamamu itu”.
Selanjutnya ialah kaedah dalam penelitian hadis.
Untuk mengetahui kaedahnya, maka perlu diketahui terebih dahulu bahwa kriteria hadis sanggup dikatakan sebagai hadis shahih itu ada lima.
Tiga bab yang terkait dengan sanad, dan dua yang berkaitan dengan matan. Maka dari itu, melihat dari unsur unsur-unsur keshahihan sebuah hadis, apabila ada unsur keshahihan tersebut yang tidak terpenuhi, maka tidak sanggup dijatuhkan menjadi hadis shahih.
Dalam hubungannya dengan penelitian sanad, maka unsur-unsur dari kaedah keshahihan hadis tersebut berlaku untuk sanad yang dijadikan sebagai acuan.
Apa saja bagian-bagian sanad yang meski diteliti? Ada lima hal yang meski diteliti.
Yang pertama ialah meneliti keadaan perawi hadis. Para ulama sepakat, bahwa yang perlu diteliti dalam diri seorang perawi hadis ada dua macam, yaitu ke’adhilan dan kedhabitannya. Apabila seorang perawi hadis memenuhi dua kriteria tersebut, maka akan dinamakan sebagai “Tsiqqah”.
Ke’adialan seorang perawi hadis berkaitan dengan kapasitas spiritualnya, atau berkaitan dengan akhlak keagamaannya. Sementara kedhabitan seorang perawi sanggup dilihat dari kapasitas intelektualnya. Karena tidak sanggup dipugkiri bahwa ketika meneliti hadis akan didapati perawi-perawi yang kurang baik hafalannya.
Contoh dari ke’adhilan seorang perawi ialah sanggup memelihara muru’ahnya, atau sanggup memelihara harga diirnya, alasannya yaitu memang ada beberapa yang mempunyai kedhabitan bagus, namun ndeso menjaga muru’ah, suka tertawa terbahak-bahak di depan umum, dan itu termasuk kepada seorang perawi yang tidak sanggup memelihara muru’ahnya, atau sanggup dikatakan tidak ‘adil.
Dari dua sayarat ke’adhilan dan kedhabitan para perawi hadis, akan dibahas pada artikel selanjutnya. insyaAllah.
--
Referensi
Metodologi penelitian hadis karya Suryadi, Muhammad Alfatih suryadilaga
Ulumul hadis, Mahmud Thahhan
Metodologi ilmu tafsir, Abd. Mu’in Salim
Ulumul hadis simpel dan mudah, Muhammad Ghufran, Rahmawati