Bahaya Meyatukan Akidah Nabi Isa Dan Yesus
Sekarang ini banyak teolog Katolik yang mencoba menunjukan ke Ilahian nabi Isa dengan mengutip kisah Isa dalam Al-Quran membuat burung dari tanah. Alasanya cukup sederhana, “sebab hanya Allah yang sanggup mencipta.” Tetapi teori mereka ini selalu gampang disangkal, lantaran dari dua ayat yang memuat dongeng mujizat tersebut, justru melemahkan otoritas Isa dalam membuat mujizat (perhatikan cuilan kalimat “dengan izin Allah”).
Seandainya para teolog Katolik mau memperhatikan dengan jujur terhadap kedua ayat Al-Quran di atas, saya yakin mereka akan melihat banyak ancaman keselahpahaman teologi. Alasannya adalah, kisah Isa mencipta burung yang ada dalam kitab tersebut, diduga diimpor dari dari goresan pena Injil Masa Kanak-kanak Yesus berdasarkan Tomas (The Infancy Gospel of Thomas) pasal 2:1-7. Begini bunyinya:
Hal inilah yang membuat setiap perjuangan yang mencoba untuk menyamakan eksklusif Yesus dengan Isa menjadi sebuah perjuangan yang perlu dipertimbangakan kembali. Seringkali usaha-usaha itu justru memunculkan perdebatan dan permusuhan yang tak kunjung usai antar pemeluk agama Islam dan Kristen.
Harapan saya kepada para teolog Kristen, sebaiknya mereka berhati-hati dalam memakai metode misiologi penyatuan keyakinan Isa dan Yesus. “Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang sanggup bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan belial?” (2 Korintus 6:14b, 15a).
“Aku telah tiba kepada kau dengan sebuah tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu saya menyebarkan bagimu (sesuatu) dari tanah berbentuk menyerupai burung, kemudian saya meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan izin Allah.” Ali Imran 3:49a.
“Wahai Isa putra Maryam! Ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu sewaktu Aku menguatkanmu dengan Rohul Kudus. Engkau sanggup berbicara dengan insan di waktu masih dalam buaian dan sehabis dewasa…. Dan ingatlah ketika engkau membentuk dari tanah berupa burung dengan seizin-Ku, kemudian engkau meniupnya, kemudian menjadi seekor burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku….” Al-Ma’idah 5:110.Kedua ayat di atas memperlihatkan bahwa Isa membuat mujizat dengan ijin Allah. Umat muslim percaya bahwa sebagaimana nabi-nabi yang lain, Isa tidak mempunyai kuasa untuk membuat mujizat kalau tidak diberikan oleh Allah. Berbeda dengan Yesus yang diungkapkan oleh Injil sebagai pencipta Alam semesta (Yoh. 1: 1-3; Kol. 116), Ia menyembuhkan, mengusir setan, membangkitkan orang mati dengan hanya sepatah kata (Mat. 8: 16; Mark. 5: 41; Mat. 9: 25). Semua pekerjaan yang Yesus kerjakan dilakukan dengan kehendak yang esa dengan kehendak Allah, sehingga Yesus tidak membutuhkan ijin Allah untuk melaksanakan mujizat-mujizat-Nya. Sebagaimana Allah bekerja dengan hanya sepatah firman, demikian juga Yesus bekerja dengan hanya sepatah kata (Yoh. 5: 21). Selain itu Yesus mempunyai otoritas yang penuh terhadap apa yang ada di sorga dan di bumi (Mat. 28: 18).
Seandainya para teolog Katolik mau memperhatikan dengan jujur terhadap kedua ayat Al-Quran di atas, saya yakin mereka akan melihat banyak ancaman keselahpahaman teologi. Alasannya adalah, kisah Isa mencipta burung yang ada dalam kitab tersebut, diduga diimpor dari dari goresan pena Injil Masa Kanak-kanak Yesus berdasarkan Tomas (The Infancy Gospel of Thomas) pasal 2:1-7. Begini bunyinya:
"Ketika kanak-kanak Yesus berusia lima tahun, beliau bermain-main di arungan arus air yang mengalir. Dia membendung pemikiran air ini kemudian mengarahkannya ke kolam-kolam dan segera membuat airnya higienis dan bening. Dia melaksanakan hal ini hanya dengan satu kali perintah. Kemudian beliau mengambil tanah liat dan membuatnya lunak, kemudian dari tanah liat ini beliau membentuk dua belas ekor burung pipit. Dia melaksanakan hal ini pada hari Sabat, dan banyak anak lelaki lain bermain bersamanya. Tetapi ketika seorang Yahudi melihat apa yang dibentuk Yesus pada waktu beliau sedang bermain-main di hari Sabat, segera orang ini pergi menjumpai Yusuf, ayah Yesus, kemudian berkata, “Mari lihat, anakmu sedang berada di arungan air dan telah mengambil lumpur kemudian membuat dua belas burung-burungan darinya, dengan demikian beliau telah melanggar hari Sabat.” Maka Yusuf mendatangi anaknya, dan segera sehabis beliau menjumpainya, berteriaklah dia, “Mengapa engkau melaksanakan hal yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?” Tetapi Yesus hanya menepuk-nepuk kedua belah tangannya dan berseru kepada burung-burungan itu, “Terbanglah jauh-jauh, hiduplah, dan ingatlah aku!” Seketika itu juga semua burung pipit itu melambung dan terbang jauh dengan sangat ribut.Orang-orang Yahudi memperhatikan semua hal ini dengan keheranan, kemudian meninggalkan kawasan itu untuk melaporkan insiden ini kepada para sesepuh mereka wacana apa yang mereka lihat telah dilakukan Yesus." The Complete Gospels. Annotated Scholars Version. Revised and Expanded Edition, yang disunting oleh Robert J. Miller (Sonoma, California: Polebridge Press, 1992, 1994) hlm. 369 ff.Cerita di atas terang tidak sanggup diterima sebagai kebenaran bagi orang Kristen, sebab:
- Pertama, dongeng diatas bernuansa melemahkan aturan sabat. Bertolak belakang dengan kebiasaan Yesus yang selalu pergi ke kawasan ibadah dan membaca taurat setiap hari sabat, bukan bermain-main pada hari sabat. ( Lukas 4: 16).
- Kedua, mujizat Yesus yang pertama kali dilakukannya, terjadi di Kana (membuat air menjadi anggur). Pada ketika itu Yesus sudah dewasa, bukan terjadi pada ketika kanak-kanak (Yohanes 2:11).
- Ketiga, kisah itu diyakini sebagai kisah fiksi yang menghasilkan tokoh hayalan, bukan Yesus yang benar:
"Apokripa (tulisan yang diragukan otoritasnya) perjanjian gres mencoba kekosongan kitab suci dalam hal masa awal kehidupan Kristus dengan memperlihatkan skema imajinasi wacana masa kanak-kanak-Nya. Para penulis ini menceritakan insiden-insiden dan mujizat-mujizat indah yang menandai masa kanak-kanak_nya dan membedakan Dia dari bawah umur yang lain. Mereka menceritakan dongeng-dongeng fiksi dan mujizat-mujizat asal-asalan yang kata mereka dilakukan, mempertalikan petunjuk yang tak perlu dan tak masuk nalar wacana kekuatan Ilahi-Nya dan meniru karakter-Nya dengan menghubungkan perbuatan-perbuatan balas dendam dan perbuatan pembangkang yang kejam dan konyol..…. Itu lebih menyerupai novel yang tidak ada dasar kebenarannya, tetapi tokoh-tokoh yang diciptakan hanyalah imajinasi belaka." (Ellen G. White, Suara Hati Nurani, hal 227)Sekarang telah diketahui bahwa tokoh Yesus dan riwayat-Nya di dalam injil masa kanak-kanak Yesus telah dinyatakan oleh Ellen G. White sebagai kisah fiksi yang hanya memunculkan tokoh-tokoh khayalan. Tidak menutup kemungkinan fonis ini juga berlaku bagi kisah Isa dalam Al-Quran, alasannya memuat kisah yang sama. Memang sangat ironis apa yang telah nyata-nyata sebagai ketidak benaran dikutip dan diklaim sebagai kebenaran oleh Al-Quran. Jika cerita-cerita itu setara dengan dongeng fiksi, maka sanggup ditebak siapa yang berada di balik semua kisah fiksi tersebut, siapa yang menjadi inspiratornya, dan apa tujuannya dalam membuat kisah tersebut.
Hal inilah yang membuat setiap perjuangan yang mencoba untuk menyamakan eksklusif Yesus dengan Isa menjadi sebuah perjuangan yang perlu dipertimbangakan kembali. Seringkali usaha-usaha itu justru memunculkan perdebatan dan permusuhan yang tak kunjung usai antar pemeluk agama Islam dan Kristen.
Harapan saya kepada para teolog Kristen, sebaiknya mereka berhati-hati dalam memakai metode misiologi penyatuan keyakinan Isa dan Yesus. “Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang sanggup bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan belial?” (2 Korintus 6:14b, 15a).