Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keunikan Pameran Biak Munara Wampasi

Pesona di Indonesia memang nggak pernah ada matinya. Dari sabang hingga marauke serta jajaran pulau - pulau, dengan bermacam-macam suku bangsa, bahasa, dan budaya menjadi pemersatu negeri kita tercinta ini, menjadi ciri khas, menjadi keistimewaan yang tidak akan pernah kita dapatkan dimana pun. 

Bahkan mungkin ada diantara kita yang bergotong-royong tidak mengetahui tradisi dan budaya yang dimiliki Indonesia secara keseluruhan. Bisa saja masyarakat di pulau sumatera tidak mengetahui kebudayaan dan kearifan lokal yang ada di pulau kalimantan, begitu pula sebaliknya. Untuk itu, penting sekali bagi kita untuk membantu mempromosikan kebudayaan dan kearifan lokal yang dimiliki oleh tempat kita masing - masing biar lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia yang lain. 

Berjalan menuju tempat paling timur Indonesia, siapa sih yang tidak mengenal Papua Barat, provinsi yang mempunyai destinasi wisata populer di dunia ini mempunyai bermacam-macam kearifan lokal yang sangat unik. Mungkin kita selama ini lebih mengenal Raja Ampat milik Papua Barat, namun keindahan papua tidak hanya terletak di Raja Ampat. masih banyak wisata dan kebudayaan lain yang sangat unik dan bagus yang sangat sayang untuk dilewatkan.
Festival Biak Munara Wampasi (Sumber : Koreri News Media)
Baru - gres ini, Kota Biak gres saja usai mengadakan Festival Biak Munara Wampasi, yang merupakan salah satu dari sekian banyak pengenalan kebudayaan yang ada di Papua. Digelar pada tanggal 22-25 Agustus 2018 lalu, Festival Biak Munara Wampasi 2018 ini bisa menarik pengunjung dalam jumlah besar. Secara khusus Festival Biak Munara Wampasi kedatangan wisatawan nusantara sebanyak 80 orang dari Jakarta. Pada 2 hari pertama, event dikunjungi sekitar 10.000 orang. Pada 2017, hanya dikunjungi 8.000 wisatawan nusantara dan 120 wisatawan mancanegara.

Festival Biak Munara Wampasi ini yakni kali ke enam dilaksanakan di Kota Biak dengan menampilkan bermacam-macam acara, diantaranya yakni Wor dan Yospan. Wor dan Yospan sanggup diartikan sebagai tarian dan nyanyian. Gerakan tentu akan berbeda. Sebelum menari, Wor akan diawali dengan teriakan khas yang mengambarkan waktu berkumpul.

Wor dan Yospan mempunyai keunikan masing-masing. Yospan mempunyai genre lebih modern. Para penari dan pengiring musiknya yakni generasi milenial Biak. Gerakan tariannya juga bervariasi. Yospan pun ditopang dengan beberapa alat musik menyerupai ukulele, gitar, gendang, hingga krecek-krecek. Kostumnya mengalami penyesuaian. Yospanmemiliki gerakan yang lebih banyak dan modern. Rata-rata penerima membuat gerakannya sendiri. Untuk kostum, ketika ini juga ada perubahan. Peserta ada yang mengenakan konsep baju modern dengan warna warni cerah. Tapi, pada hakikatnya Yospan yang orisinil menggunakan baju moral berupa noken

Pakaian Adat Pria
Sedangkan Wor masih mempertahankan warna tradisionalnya. Peserta Wor dari cukup umur berusia lebih dari 50 tahun hingga bawah umur kecil. Harapannya, generasi penerus ini tetap melestarikan tradisi orisinil Papua yang dimiliki leluhur. Ciri yang paling mendasar, Wor dimainkan hanya dengan tifa. Para penari ini memainkan tifa sembari mengangkat satu kaki. Lalu, kaki ini ditekankan pada tifa. Wor dibawakan dengan menggunakan baju adat. Selain noken dan epilog kepala, para penari Wor juga merajah tubuhnya dengan motif gesekan Papua. Secara garis besar, Wor terbagi menjadi 6 kategori:

  1. Wor Beyusser yang menjadi simbol perdamaian. 
  2. Wor Mamun dilambangkan dengan gerak dasar peperangan. Para penari Wor Mamun juga melengkapi diri dengan peralatan perang khas Biak. 
  3. Wor Kobeoser dilambangkan  untuk persatuan, 
  4. Wor Kapanaknik yang ditandai pemotongan rambut sebagai penanda kedewasaan dan status janda.
  5. Wor Fakuken di lambangkan dengan pernikahan.
  6. Wor Yakyaker sebagai simbol menghantar kunjungan pengantin wanita.

Perhelatan semakin menarik ketika para laki-laki dan perempuan yang menari menggunakan pakaian moral khas daerah. Tarian menjadi semakin eksotis dengan kostum yang dikenakan para penari. Berbeda dengan wilayah lain di Papua, baju moral di Biak khususnya laki-laki tidak menggunakan koteka.
Pakaian Adat Wanita
Pria di Biak lebih familiar dengan noken. Ada juga yang mengenakan cidoko. Yaitu rompi khas Biak lengkap dengan celananya. Cidoko terbuat dari kulit kayu manduam. Caranya, kulit manduam direndam semalam kemudian dipukul-pukul hingga lunak. Menambah asesoris, kemudian ditambah bulu kasuari atau ijuk. Ditambah juga sentuhan kerang-kerangan untuk menambah nilai eksotis.
Serupa baju moral pria, baju moral perempuan Biak familiar dengan noken. Perbedaannya, noken ini dibentuk memanjang dari dada hingga lutut. Noken ini dibentuk dari daun sagu muda. Setelah direndam dan dijemur, daun kemudian digilas hingga menjadi lunak. 

Menariknya, kaum laki-laki dan perempuan sama-sama menggunakan bantoko. Yaitu, rajah badan warna putih dengan motif budaya. Filosofinya simbol harmoni alam dan manusia.

Eksplorasi kekayaan Biak pun berlanjut. Tidak hanya banyak sekali tarian tradisional yang telah ditampilkan, Festival Biak Munara Wampasi kali ini juga menampilkan Snap Mor. Yaitu, menangkap ikan dengan peralatan khusus di perairan surut. Peralatannya dinamakan kalawai yang berupa tombak dengan mata banyak. Panjang kalawai sekitar 2,5 meter. Selain itu, masyarakat juga mengandalkan lastok atau senapan molo untuk menangkap ikan.
Snap Mor
Tertarik kah untuk lebih mengeksplore Indonesia?
Ingin berkunjung ke Festival Biak Munara Wampasi?
Jangan lupa siapkan budget, alasannya yakni tahun depan pameran ini akan kembali. Bersiap - siaplah, sanggup jadi kita yang akan menyaksikan secara pribadi keunikan dan kemeriahan nya.