Pengen Ke Inggris Gara-Gara Bahasa Inggris
Bonta ialah seorang anak desa yang lahir di zaman modern. Keluarganya ialah keluarga yang sederhana. Bapaknya ialah seorang guru dan ibunya ialah penjual di warung. Rumahnya gak begitu besar, tapi setidaknya masih bisa ditempati. Walaupun hidup serba apa adanya, tapi mereka tetap bersyukur.
Beberapa waktu yang lalu, bapaknya Bonta ingin pindah untuk mengajar di sebuah sekolah di kota metropolitan. Karena honor untuk mengajar disana lebih besar daripada di desa, untuk itu bapaknya menentukan untuk mengajar disana. Namun sayangnya, sang ibu tidak bisa ikut, alasannya harus tetap menjaga warung di desa. Jadinya, mereka berpisah. Walaupun murung alasannya harus jauh dari ibunya, tapi Bonta tetap menentukan untuk ikut dengan bapaknya, alasannya beliau mempunyai kesempatan untuk bersekolah di kota. Selain itu, peluang untuk menjadi orang sukses di kota lebih memungkinkan, alasannya kesempatan kerja di kota lebih besar dibandingkan di desa.
Tapi kenyataannya, tinggal di kota itu gak seindah yang dibayangkan. Di kota itu panas, sumpek, kendaraan dimana-mana dan asap polusi juga banyak. Di sekolah pun Bonta belum bisa menyesuaikan diri, alasannya belum terbiasa dengan kehidupan sosialnya yang modern. Selain itu, di sekolahnya ternyata ada pelajaran gres yang belum pernah diajarkan di sekolahnya di desa, yaitu pelajaran Bahasa Inggris.
Selama ini yang dipelajari Bonta di sekolahnya di desa hanya Bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Dia gak mengenal yang namanya Bahasa Inggris. Karena itu, beliau bertanya kepada salah satu temannya jikalau Bahasa Inggris itu bahasa apa. Temannya pun menjawab jikalau Bahasa Inggris itu ialah bahasa internasional yang dipakai seluruh orang di dunia. Makanya murid di sekolah wajib berguru bahasa tersebut. Temannya mengakhiri penjelasannya dengan cibiran "deso" untuknya.
Mendengar hal tersebut, Bonta semakin tambah penasaran, dicampur dengan rasa kagum dan sedikit kesal. Betapa hebatnya Bahasa Inggris sampai bisa dipakai oleh seluruh orang di dunia. Semenjak mengetahui hal itu, Bonta jadi selalu bersemangat ketika menerima pelajaran Bahasa Inggris. Dengan uang tabungannya yang ada, beliau juga membeli kamus besar Bahasa Indonesia-Inggris untuk membantunya belajar. Tapi, sesudah beberapa ahad berlalu, Bonta masih juga belum bisa berbahasa Inggris. Hal itu menciptakan beliau stress. Selain itu, uang tabungannya juga sudah habis untuk membeli kamus.
Pada suatu hari, kelasnya disuruh membawa Notebook untuk berguru cara menciptakan presentasi besok. Sebagai orang desa, beliau gak tahu apa itu Notebook. Tapi kali ini, walaupun dilanda kebingungan, Bonta gak mau bertanya, alasannya beliau gak mau dibilang deso lagi. Makara beliau mencari tahu sendiri apa arti Notebook di kamusnya. Dan beliau menemukan artinya jikalau Notebook ialah buku catatan. Bonta pun merasa bingung, padahal beliau selalu membawa buku catatan ke sekolah setiap hari. Tapi beliau gak terlalu memikirkan hal tersebut, dan pergi tidur begitu saja.
Tibalah hari esok, ketika di kelas mata Bonta terbelalak kaget. Teman-temannya semua membawa benda menyerupai TV, tapi ukurannya lebih kecil. Dalam kebingungannya itu, terpaksa beliau bertanya kepada temannya. Temannya pun memberi tahu jikalau benda itu ialah Laptop alias Notebook, sebuah komputer yang bisa dibawa kemana-mana. Bonta pun mendapatkan cibiran deso lagi dari temannya. Tibalah waktunya berguru menciptakan presentasi. Tapi alasannya Bonta gak membawa laptop, terpaksa beliau harus membuatkan laptop bersama temannya. Saat sedang mengunakan laptop, beliau agak sedikit shock disertai keringat dingin. Karena di laptopnya semua mengunakan Bahasa Inggris. Melihat ini, beliau menyadari bahwa dirinya jauh ketinggalan zaman.
Gara-gara hari itu, semangat Bonta mulai pudar. Dia merasa betapa susahnya menjadi orang sukses, alasannya yang pertama beliau gagap teknologi (gaptek), yang kedua beliau gak bisa Bahasa Inggris dan yang terakhir uang tabungannya sudah habis. Hidupnya terasa hancur berantakan. Rasanya beliau ingin balik ke desa, dan kembali hidup apa adanya. Saat sedang membayangi wacana desanya, beliau jadi teringat dengan ibunya di warung. Mengingat hal itu, Bonta pun eksklusif bangun dari keputus asaannya. Mulai ketika itu, beliau akan terus berusaha demi membanggakan orang tuanya, terutama ibunya di desa.
Sepulang sekolah keesokan harinya, Bonta gak eksklusif pulang ke rumah. Tapi beliau sedang mondar mandir sambil memikirkan solusi untuk masalahnya. Bagaimana caranya agar beliau bisa Bahasa Inggris dan gak gaptek, tapi gak perlu mengeluarkan uang yang banyak. Kalau ikut les Bahasa Inggris, biayanya mahal, beli laptop, harganya juga mahal, sedangkan jikalau minjam laptop temannya, belum tentu dikasih. Hari sudah menjelang sore, dan beliau masih belum menemukan solusinya. Akhirnya, Bonta tetapkan untuk pulang ke rumah. Di perjalanan pulang, beliau melihat sebuah kertas yang tertempel di depan pintu beling yang bertuliskan “Lowongan kerja penjaga warnet”. Melihat selembar kertas tersebut, beliau jadi ingin tau dan tetapkan untuk masuk kesana.
Saat sudah di dalam, Bonta cuman bisa bengong. Ini pertama kalinya beliau ke warnet. Disana beliau melihat banyak sekali komputer berjejeran. Tempatnya juga lezat dan gak panas, alasannya ada pendingin ruangan. Lalu Bonta mencari si pemilik warnet untuk menanyakan wacana lowongan kerja tersebut. Karena belum mempunyai kemampuan wacana komputer sama sekali, kesudahannya beliau diberi pekerjaan sebagai, pembantu penjaga warnet. Walaupun gajinya gak sebesar penjaga warnet, tapi Bonta bersyukur diberi kesempatan berkerja disana.
Mulai hari itu, Bonta selalu pergi ke warnet sesudah pulang sekolah untuk bekerja. Saat beliau bekerja, beliau juga diperbolehkan mengunakan komputer disana, sekalian untuk belajar. Selama bekerja di warnet tersebut, Bonta mulai mengenal yang namanya internet. Dia mengetahui bahwa banyak sekali macam hal bisa ditemukan di internet. Bukan cuman itu aja, beliau juga mulai mengenal sosial media. Hal ini memberikannya kesempatan untuk memperluas ilmu Bahasa Inggris, pengetahuan teknologi dan kehidupan sosial yang modern.
Setelah cukup usang bekerja di warnet tersebut, Bonta mulai mahir berbahasa Inggris dan mengerti wacana kemajuan teknologi. Karena ketekunannya juga, Bonta telah menjadi murid paling jago Bahasa Inggris di sekolahnya. Selain itu, beliau sudah gak lagi menjadi orang deso, alasannya beliau mempunyai banyak sekali macam akun sosial media. Bonta pun menjadi orang yang gaul dan up to date di sekolahnya. Tapi walaupun demikian, Bonta masih tetap menyimpan rasa ingin tau terhadap Bahasa Inggris tersebut.
Di suatu waktu, beliau coba mencari wacana asal-usul Bahasa Inggris untuk mengisi waktunya. Setelah cukup usang duduk di depan komputer, kesudahannya beliau menemukan sebuah negara yang berjulukan Inggris yang terletak di Benua Eropa. Saat mengetahui hal itu, Bonta terdiam sejenak sambil membayangi Negara tersebut. Itu ialah Inggris, negara yang bahasanya dipakai di seluruh dunia. Dan, pada titik itu, beliau pun bercita-cita untuk menginjakan kaki disana, demi menghilangkan rasa penasarannya.
Semenjak hari itu, Bonta semakin ulet berguru Bahasa Inggris. Dia juga telah berhasil menjuarai banyak sekali lomba-lomba Bahasa Inggris sampai ke tingkat nasional. Hingga kesudahannya beliau menerima tawaran beasiswa untuk sekolah di luar negeri, yaitu di Inggris.
Akhirnya, Semua perjuangan dan kerja keras Bonta telah membuahkan hasil, dan beliau bisa menginjakan kakinya ke negara yang sudah menciptakan beliau ingin tau setengah mati selama ini. Saat itu pula, beliau juga ingin lebih mendalami ilmu Bahasa Inggrisnya. Bonta si anak deso, kini telah menjadi Bonta si anak Inggris.