Insyaallah (Yakobus 4: 13-17)

“InsyaAllah” sebuah frasa religius dalam bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Arab. Merupakan sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa kehendak Tuhanlah yang harus selalu terjadi. Frasa ini cukup familiar bagi kita. Mungkin kita sering mendengar frasa ini diucapkan sahabat-sahabat kita yang beragama Islam yaitu “InsyaAllah” yang mempunyai arti “jika Allah menghendaki.” Frasa ini, juga sering dipakai oleh umat percaya di masa lampau jauh sebelum agama Islam muncul, tercatat Paulus setidaknya menggunakan frasa ini sebanyak dua kali (Kis 18: 21; 1 Kor 4: 19). Frasa ini juga cukup dikenal oleh orang-orang Yunani, sebagai contoh, Plato (400 SM) juga sering memakai frasa ini dalam banyak sekali tulisannya. Frasa ini juga sangat dikenal dalam bahasa latin “Deo volente” dalam bahasa Yunani “ean ho Kurios Thelese”
Demikian juga dengan Yakobus, menggunakan frasa ini dalam tulisannya, ia berkata:
“Sebenarnya kau harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.’” (Yak 4: 15).
Alkitab terjemahan usang (1958) memakai frasa IsyaAllah dalam terjemahannya:
“Melainkan patutlah kau berkata, ‘InsyaAllah, kita akan hidup menciptakan ini atau itu.’”
Secara konteks, di sini Yakobus sedang memperlihatkan peringatan kepada para pedagang yang menjadi sombong lantaran kelihaian-nya dalam berdagang dan menerima untung. Tampak terang bahwa mereka telah memegahkan diri lantaran keahlian-nya tersebut. Tampaknya juga mereka yaitu para pebisnis handal, yang mempunyai jaringan di kota-kota lain (Yak 4: 13). Oleh lantaran merasa bisa dengan keahlian-nya mereka telah mengabaikan tuntunan Ilahi. Sebagai gantinya berkata “IsyaAllah/ jikalau Tuhan menghendaki,” mereka justru menganggap diri sanggup berbuat sesuka hati. Mereka merasa mampu mencapai segala sesuatu dengan kekuatan sendiri.
Mereka tidak memahami keterbatasannya sebagai insan dan peranan Allah dalam kehidupannya. Di sini Yakobus bukan sekadar memerintahkan kepada mereka untuk memakai frasa “jika Tuhan menghendaki” tetapi sedang mengajarkan supaya mereka menyelaraskan hidup hidup mereka kepada kehendak Tuhan dan membunuh setiap kehendak yang tidak selaras dengan kehendak Tuhan.
Yakobus menegaskan, bahwa mereka telah menyombongkan diri terhadap Allah dan ini yaitu dosa (Yak 4: 16, 17). Sebagai gantinya menyerahkan rencana-rencana hidup kepada Allah dan bekerja sesuai tuntunan Ilahi, tetapi mereka memakai hikmat insan yang terbatas untuk menjalani hidup mereka. Yakobus menegaskan bahwa kemampuan dan hikmat insan yaitu terbatas. Manusia tidak mengetahui hari esok, tetapi hanya Allah yang mengetahui hari esok (Luk 12: 16-20; Mzm 39; 6, 12). Manusia itu fana, menyerupai uap yang sebentar saja lenyap. Tanpa dukungan dan tuntunan Allah, insan tidak mempunyai kemampuan sama sekali, apalagi untuk mewujudkan hari esok yang baik. Oleh lantaran itu mengikuti tuntunan Ilahi dan bergantung kepada kehendak Allah yaitu sebuah keharusan. Tanpa hal itu kita tidak mempunyai kemampuan apa-apa. Tanpa Kristus kita hanya sebuah ranting kering yang siap untuk dibuang dan dibakar (Yoh 15: 5, 6).
Ini yaitu amaran bagi kita semua, sebagai gantinya menyusun rencana-rencana kita yang tidak sempurna, sebaiknya kita mempelajari kehendak Tuhan dan menyusun rencana-rencana hidup kita berdasarkan kehendak Tuhan dan tuntunan Ilahi. Memasukkan frasa “jika Tuhan menghendaki” ke dalam setiap rencana-rencana dan rancangan-rancangan yang kita pikirkan maupun kita ucapkan adalah sebuah langkah yang baik, tetapi pikiran dan ucapan saja tidaklah cukup, kita harus menyelaraskan setiap kehendak kita dengan kehendak Tuhan. Sebab sebagai insan berdosa kehendak kita yaitu tidak sempurna. Apa yang kita sangka lurus tetapi ujungnya membawa kita kepada simpulan hidup (Amsal 14: 12). Demikian juga Yesus mengajarkan supaya hanya kehendak Tuhan yang jadi, bukan kehendak kita (Mat 6: 10, Mat 26: 42).
Mereka tidak memahami keterbatasannya sebagai insan dan peranan Allah dalam kehidupannya. Di sini Yakobus bukan sekadar memerintahkan kepada mereka untuk memakai frasa “jika Tuhan menghendaki” tetapi sedang mengajarkan supaya mereka menyelaraskan hidup hidup mereka kepada kehendak Tuhan dan membunuh setiap kehendak yang tidak selaras dengan kehendak Tuhan.
Yakobus menegaskan, bahwa mereka telah menyombongkan diri terhadap Allah dan ini yaitu dosa (Yak 4: 16, 17). Sebagai gantinya menyerahkan rencana-rencana hidup kepada Allah dan bekerja sesuai tuntunan Ilahi, tetapi mereka memakai hikmat insan yang terbatas untuk menjalani hidup mereka. Yakobus menegaskan bahwa kemampuan dan hikmat insan yaitu terbatas. Manusia tidak mengetahui hari esok, tetapi hanya Allah yang mengetahui hari esok (Luk 12: 16-20; Mzm 39; 6, 12). Manusia itu fana, menyerupai uap yang sebentar saja lenyap. Tanpa dukungan dan tuntunan Allah, insan tidak mempunyai kemampuan sama sekali, apalagi untuk mewujudkan hari esok yang baik. Oleh lantaran itu mengikuti tuntunan Ilahi dan bergantung kepada kehendak Allah yaitu sebuah keharusan. Tanpa hal itu kita tidak mempunyai kemampuan apa-apa. Tanpa Kristus kita hanya sebuah ranting kering yang siap untuk dibuang dan dibakar (Yoh 15: 5, 6).
Ini yaitu amaran bagi kita semua, sebagai gantinya menyusun rencana-rencana kita yang tidak sempurna, sebaiknya kita mempelajari kehendak Tuhan dan menyusun rencana-rencana hidup kita berdasarkan kehendak Tuhan dan tuntunan Ilahi. Memasukkan frasa “jika Tuhan menghendaki” ke dalam setiap rencana-rencana dan rancangan-rancangan yang kita pikirkan maupun kita ucapkan adalah sebuah langkah yang baik, tetapi pikiran dan ucapan saja tidaklah cukup, kita harus menyelaraskan setiap kehendak kita dengan kehendak Tuhan. Sebab sebagai insan berdosa kehendak kita yaitu tidak sempurna. Apa yang kita sangka lurus tetapi ujungnya membawa kita kepada simpulan hidup (Amsal 14: 12). Demikian juga Yesus mengajarkan supaya hanya kehendak Tuhan yang jadi, bukan kehendak kita (Mat 6: 10, Mat 26: 42).
Tetapi bagaimanakah kita sanggup mengetahui kehendak Tuhan? Dalam buku Amanat Kepada Orang Muda Pasal 41 Ellen G. White memberitahukan kepada kita mengenai bagaimana Allah menuntun manusia:
“Ada tiga cara di mana Tuhan menyatakan kehendak-Nya kepada kita untuk menuntun kita.1. Allah menyatakan kehendaknya kepada kita melalui firman-Nya, yaitu Alkitab.2. Suaranya juga terdengar melalui pekerjaan kemurahan-Nya: itu akan kita kenal jikalau tidak memisahkan jiwa dari padanya oleh berjalan di jalan kita sendiri, dan melaksanakan kemauan kita sendiri, serta mengikuti desakan hati yang tidak dikuduskan, hingga perasaan jadi resah dan hal-hal yang kekal tidak ter-pikirkan, dan bunyi setan begitu ter-pantau dan diterima sebagai bunyi Allah.3. Cara lain di mana bunyi Allah terdengar, melalui undangan Roh Kudus, berkesan di dalam hati, yang akan ditempa dalam karakter.Sekiranya Anda bimbang wacana suatu hal, Anda harus lebih dahulu konsultasi dengan Alkitab. Jika Anda mulai menjalani hidup beriman, Anda telah menyerahkan diri kepada Tuhan, menjadi miliknya sepenuhnya, dan ia telah mengambil Anda untuk dibuat dan ditempa sesuai kehendak-Nya, supaya Anda menjadi baskom yang mulia. Anda harus mempunyai kerinduan yang sungguh-sungguh supaya menjadi materi yang lembut di tangannya dan berdasarkan ke mana saja dituntun. Kemudian Anda mempercayakan kepadanya untuk mengerjakan rancangan-Nya bagi Anda, dan pada waktu yang sama Anda bekerja sama dengan beliau mengerjakan keselamatanmu sendiri dengan rasa takut dan gemetar.” Amanat kepada Orang Muda, hal 187-189.
Marilah kita berguru memahami tuntunan Tuhan dalam kehidupan kita, berguru menanjamkan sensitivitas pikiran dalam memahami pekerjaan Allah dalam hidup kita, dan berguru mendengar bunyi Roh Kudus di dalam hati yang selalu memunculkan ilham Tuhan dalam pikirannya.
TUHAN MEMBERKATI KITA SEMUA
Renungan Care Group 16 November 2016. Oleh: Dwi Cahyono